Salah satu film animasi produksi Mattel,
“Barbie Video Game Hero” dirilis pada tahun 2017. Film tersebut menceritakan
tentang pengalaman Barbie bersama teman-temannya yang terperangkap dalam dunia virtual
dan memenangkan permainan demi permainan untuk dapat keluar. Dalam hal ini,
Barbie merupakan salah satu hiburan yang berada dalam era konvergensi. Barbie
mengintegrasikan ceritanya kedalam berbagai jenis medium atau dikenal sebagai transmedia storytelling (Jenkins, 2007).
Transmedia storytelling adalah penggabungan media-media yang berasal dari
sebuah cerita yang seakan-akan menceritakan tentang suatu kejadian. Transmedia
storytelling merupakan proses di mana unsur-unsur yang tidak terpisahkan dari
sebuah cerita fiksi tersebar secara sistematis di beberapa saluran pengiriman
untuk tujuan menciptakan pengalaman hiburan terpadu dan terkoordinasi. Setiap
media memiliki kontribusi yang unik untuk terungkapnya cerita. Suatu cerita
yang dibuat menjadi sebuah film dan dari film tersebut muncul produk-produk yang
menjadi ‘perpanjangan” dari film tersebut, entah dalam bentuk games, musik,
mainan, buku, baju dan lain sebagainya.
Barbie merupakan salah satu bentuk dari
transmedia storytelling. Termasuk dalam bahasan sebelumnya, Barbie Video Game Hero yang menyediakan
boneka sebagai mainan. Ini bukan pertamakalinya Barbie melakukan hal ini.
Perkembangannya sejak 1980 hingga sekarang, Barbie yang awalnya hanya sekadar
boneka kini memiliki ‘franchise’ dibidang lain seperti film, buku, game,
workshop museum, dan baju. Selain itu, bagi pemasar, transmedia adalah evolusi
dari model pemasaran terpadu: dibandingkan berfokus di beberapa titik kontak,
tujuannya adalah untuk saluran yang berbeda untuk mengkomunikasikan hal yang
berbeda (dalam strategi menyeluruh), dengan penekanan pada menempatkan
komunitas merek di tengahnya.
Bentuk trasmedia storytelling Barbie
lainnya yang digunakan pemasar adalah pada kampanye Mattel untuk Barbie hari
Valentine 2011 di Amerika. Kampanye ini muncul dengan plot cerita ketika Ken
(pacar Barbie) memutuskan bahwa dia menginginkan Barbie kembali setelah
sebelumnya berpisah. Khalayak bisa memilih dengan teks atau online apakah
keduanya harus bersatu kembali. Khalayak memiliki banyak kesempatan untuk
terhubung dan terlibat dengan kampanye: Ini dimainkan di YouTube dan media
sosial lainnya (dengan karakter yang memajukan cerita menggunakan Facebook,
Twitter dan Foursquare), cetak dan outdoor ("Barbie, kami mungkin plastik,
tapi cinta kami itu nyata!" bacaan di satu papan iklan). Ken juga "merancang"
cupcake untuk Barbie yang dijual di Magnolia Bakery di New York dan L.A., dan
para kontestan bersaing untuk menjadi "Ken Asli" dalam sebuah
pertunjukan berbasis Hulu. Akhirnya, boneka itu bersatu kembali, mengumpulkan
banyak perhatian pers. (JWT Transmedia Rising, 2011)
Transmedia strorytelling mewakili proses
di mana unsur-unsur integral dari sebuah fiksi tersebar secara sistematis di
beberapa saluran pengiriman untuk menciptakan pengalaman hiburan terpadu dan
terkoordinasi. Idealnya, setiap media membuatnya memiliki kontribusi unik terhadap
terbukanya cerita (Jenkins, 2007). Transmedia storytelling tidak hanya
menyebarkan informasi, transmedia storytelling menyediakan seperangkat peran
dan sasaran yang dapat diasumsikan pembaca saat mereka menerapkan aspek cerita
melalui kehidupan sehari-hari mereka. Kita bisa melihat dimensi performatif ini
saat bermain dengan pelepasan tokoh aksi yang mendorong anak untuk membuat
cerita sendiri tentang karakter fiksi atau kostum dan permainan peran yang
mengundang kita untuk melibatkan diri kita dalam dunia fiksi (Jenkins, 2007).
Advertising
on Children’s Consumerism
Transmedia storytelling berpengaruh
pada pola perilaku konsumen anak. Di era konvergensi media dan internet saat
ini, Barbie terus mengikuti perkembangan dengan merambah digital dengan memproduksi aplikasi, Youtube, dan Instagram personal Barbie. Hal ini dilakukan sebagai
bentuk penyesuaian diri Barbie agar tetap dianggap ‘relevan’ dan tak lain untuk
mempertahankan pasarnya. Abercombie dan Longhurst dalam Couldrey (2012)
menyatakan bahwa masyarakat telah berada dalam diffused audience dimana media telah terintegrasi dan memiliki
mobilitas yang tinggi. Berdasarkan fenomena tersebut, dapat dikatakan dengan
menggunakan platform digital,
masyarakat sangat mudah terpaparkan oleh metode pemasaran Barbie melalui
transmedia storytelling tersebut.
Pada dasarnya komoditas seperti
produk media Barbie tersebut merupakan sebuah cara untuk mempertahankan status
kapital (Marx dalam Berger, 2000). Masyarakat mendapatkan stimulus untuk
bekerja keras agar dapat memenuhi hal yang diinginkannya yang dikonstruksikan
melalui sistem pemasaran Barbie. Komoditas membentuk pola pikir masyarakat yang
terstandardisasi, menekan kreativitas masyarakat yang semakin meingkatkan
perilaku konsumtif dari masyarakat. Barbie menyediakan sangat banyak variasi
baik dari segi produk maupun platform
yang digunakannya. Hal ini mengonstruksikan seakan-akan masyarakat memiliki
pilihan yang sangat luas padahal sesungguhnya justru dengan ketersediaan itu
secara semu menyamakan persepsi masyarakat terhadap eksistensi kapital.
Blog untuk memenuhi tugas UAS PTIK yang disusun oleh:
Referensi:
Blog untuk memenuhi tugas UAS PTIK yang disusun oleh:
Eko Razaki
Priska Humaira
Vania Alya
Referensi:
Jenkins, Henry. (2007). Transmedia
Storytelling 101. [online] http://henryjenkins.org/2007/03/transmedia_storytelling_101.html [Accesed 21/05/2017]
Berger, Arthur Asa.
(2000). Media Analysis Techniques: Second
Edition. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atmajaya Yogyakarta
Goldberg, Marvin E., and Gerald J. Gorn. (n.d.) “Some
Unintended Consequences of TV Advertising to Children.” Journal of Consumer Research,
vol. 5, no. 1, 1978, pp. 22–29. JSTOR,
www.jstor.org/stable/2488960.
Robertson, Thomas, and Rossiter, John R.
(1976), "Children's Consumer Satisfaction," Working paper, Center for
Research in Media and Children, University of Pennsylvania
Sebelumnya saya ingin mengapresiasi anda dan anggota kelompok anda karena membawa topik yang menghibur. Jika mengingat barbie, rasanya seperti kembali ke masa kanak-kanak dimana setiap liburan saya selalu menonton film barbie dan saya masih gemar mengoleksi barbie.
BalasHapusSaya ingat masa dimana barbie sangat booming sehingga banyak film barbie bermunculan seperti Mermaida, 12 Dancing Princess, Three Musketeers, dan masih banyak lagi. Bahkan sudah ada film barbie yang modern, yang tidak hanya bercerita seputar kehidupan putri dan kerajaannya, namun menceritakan tentang kehidupan sosial yang relate dengan kehidupan modern sekarang. Di dalam film tersebut pun barbie sudah mengenal handphone, laptop, pesawat, dan teknologi canggih lainnya. Contohnya Barbie: Princess and the Superstar dan Barbie: A Fashion Fairytale
Seiring bervariasinya barbie, produk barbie pun juga bervariasi, yang awalnya hanya boneka barbie layaknya manusia biasa, sekarang sudah ada barbie dengan sayap yang dapat bergerak, barbie dengan sirip ikannya, dan lain-lain.
Terima kasih
Riafinola R Vianti, 1506686242
terimakasi atas tulisan anda mengenai barbie. suatu hal yang belum pernah saya pikirkan bahwa bentuk dari transmedia storytelling tidak hanya sebatas boneka barbie yang kemudian dijadikan animasi film, buku, game, baju, atau mungkin adanya coloring book yang banyak mengangkat gambar-gambar barbie, dan lainnya. ternyata dari hal selain itu bisa dilakukan bentuk transmedia storytelling seperti kampanye di papan iklan serta pembuatan cupcake oleh karakter ken. mungkin memang bisa dikatakan bahwa bentu-bentuk transmedia storytelling dai barbie ini sangat tersegmentasi kepada anak-anak khususnya perempuan dan menciptakan tingkat konsumerisme anak-anak yang cukup tinggi. Karena jika penjualan barbie ditujukkan kepada orangtua maka kecil kemungkinan tingkat konsumerisme akan tinggi mengingat orang dewasa yang bisa lebih rasional. tetapi disamping itu, bentuk-bentuk transmedia storytelling dari barbie juga bisa membawa dampak positif misalnya saja seperti kampanye barbie #DadsWhoPlayBarbie dimana kampanye tersebut mengajak para ayah untuk bermain barbie bersama anaknya dan lebih memahami bagaimana dunia anak perempuan mereka.
BalasHapusTerimakasih.
Riski Anita - 1506756356
Halo Eko, Priska, dan Vania! Suatu artikel argumentatif yang menarik sekali! Saya setuju bahwa Barbie dapat mendorong atau memulai perilaku konsumerime pada anak-anak kecil, namun apabila melihat dari sudut pandang kritis saja tidak cukup menurut saya. Mengingat kita sedang membahas transmedia story telling, perlu ada pendekatan fungsionalis terhadap peran Barbie sebagai medium bercerita bagi anak-anak.
BalasHapusMemang ini dapat dilihat sebagai sudut pandang kapitalis, namun Barbie telah membantu banyak anak kecil untuk menyalurkan imajinasinya. Barbie hanya sebagai alat atau figur yang digunakan untuk menyampaikan kreativitas masing-masing anak. Proses kreatif ini dapat menjadi suatu wadah bagi anak untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya. Fungsi inilah yang kini dibawa oleh Mattel dalam brandnya. Oleh karena itu kini bermunculan Barbie dengan berbagai macam pekerjaan, di antaranya: dokter binatang, penyanyi, guru, dan lain sebagainya. Walaupun begitu, saya merasa bahwa paparan kelompok tetap relevan untuk memulai dialektika tentang keberadaan transmedia storytelling.
Sekian dan terima kasih.
Yunindita Prasidya, 1506755593
Salah satu tujuan adanya transmedia storytelling adalah untuk menciptakan pengalaman hiburan yang unik bagi setiap individu. Transmedia storytelling dengan cerita yang tersebar di banyak medium membuat khalayak menjadi konsumtif, khususnya anak-anak sebagai target market mereka. Transmedia storytelling sudah menjadi sebuah "strategi" bagi pada pengusaha diluar sana untuk mendulang keuntungan sebanyak-banyaknya. Bahkan dalam kontek politik saja, banyak pasangan calon yang memenangkan kontestasi politik dengan strategi transmedia storytelling.
BalasHapusAgioriz Atqa Ulbertanov - 1506756274
Sebuah pemaparan yang menarik!
BalasHapusSaya ingin bertanya, apakah transmedia story telling yang digunakan oleh franschise cerita fiksi bisa dikatakan sebagai bentuk dari integrated marketing communication? Karena pada hakikatnya transmedia story telling adalah mengenalkan sebuah produk melalui media yang berbeda-beda bukan?
Terimakasih
Yasqi Harashta - 1506720570
Halo Priska dan rekan-rekan,
BalasHapusSaya setuju untuk poin kalian dimana transmedia dari Barbie dapat membuat anak menjadi konsumtif dan meningkatkan kekecewaan, karena hal ini dapat pula diterapkan pada kasus transmedia lain. Sebenarnya saya sangat menyayangkan perusahaan-perusahaan tersebut yang menargetkan produk mereka kepada anak-anak untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya, karena anak-anak masih belum dapat memutuskan pilihan secara matang, dalam hal ini yang lebih dirugikan dengan perilaku konsumtif yaitu orang tua dari anak-anak tersebut. Di sisi lain, transmedia Barbie merupakan cara yang sangat efektif untuk menarik penggemarnya untuk membeli produk-produk mereka, dengan cara yang interaktif orang akan lebih tertarik.
Terima kasih.
Cenayu I.A. 1506756545
Terimakasih atas tulisannya yang begitu menarik dengan mengangkat tema Barbie. Barbie merupakan sesuatu hal yang sangat lekat dengan kehidupan masa kecil saya dan masih memiliki popularitas yang baik hingga saat ini. Saya setuju dengan apa yang sudah dibahas oleh tulisan diatas, dimana barbie menjadi salah satu produk yang menerapkan konsep transmedia storytelling.
BalasHapusPerkembangan teknologi yang terus berkembang dari zaman ke zaman juga menjadi salah satu fokus dari pemasaran Barbie. Saat ini muncul "Barbie Vlog" yang menurut saya sangat menarik dan juga menjadi salah satu strategi transmedia storytelling yang digunakan dalam pemasaran Barbie. Konten dari vlog yang di upload juga melihat tren masa kini seperti make up challenge, room tour, dan hal hal lainnya yang sangat familiar dengan anak remaja masa kini dan menjad strategi yang sangat baik.
Terimakasih,
Rania Ambarwati - 1506685870
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSaya sangat mengapresiasi pemaparan yang disampaikan oleh kelompok ini. Transmedia storytelling benar-benar ada di kehidupan pribadi kita. Jika dilihat menggunakan pandangan teori kritis, kasus yang terjadi dalam kasus barbie ini merupakan sebuah usaha para kapitalis untuk melanggengkan kekuasaannya. Transmedia storytelling merupakan suprastruktur yang mensupport basisnya. Namun, saya setuju dengan pendapat Dita diatas. Dimana sebenernya keberadaan Barbie tidak hanya kita lihat sebagai suatu alat yang digunakan oleh para kapitalis, tetapi keberadaannya memang dibutuhkan sebagai hiburan untuk anak-anak bahkan orang dewasa yang mengoleksi.
BalasHapusRicky Subagja
1506755542
Barbie, saya jadi ingat waktu saya masih kecil, saya rela menabung hanya untuk membeli mainan ini. Saya juga menonton seluruh film dan juga memainkan banyak game yang dirilis oleh mattel yang bertemakan 'barbie'. karenanya saya setuju dengan gagasan bahwa barbie melakukan transmedia storytelling dengan sukses.
BalasHapusSebenarnya kalau ditelaah lebih dalam lagi, barbie memang mendukung budaya konsumerisme, namun siapa sih yang tidak? seperti Disney, Marvel, DC, Pokemon, dan lain-lain juga tentunya mendukung budaya konsumerisme, apalagi fans garis keras mereka yang berusaha untuk membeli apapun yang berkaitan dengan franchise favorit mereka.
Selain itu, franchise barbie juga merupakan medium yang cukup baik baik anak-anak, terutama perempuan karena bersifat empowering, dibandingkan dengan disney yang kurang lebih target audiencenya sama.
Namun, dalam segi transmedia storytelling, penjelasan kalian mengenai franchise barbie sangatlah menyeluruh dan menarik!
nadia kirana paramita
1506733314
Halo Eko dan teman - teman.
BalasHapusSaya sepakat dengan artikel ini. Apabila saya melihat lebih jauh lagi, transmedia storytelling merupakan salah satu cara dari suatu brand yang ingin meraup keuntungan lebih. Hal ini dilakukan karena konvergensi media yang sekarang sudah banyak dipakai oleh orang - orang. Efek yang ditimbulkan memang banyak dan berbahaya, apalagi kepada anak - anak seperti yang sudah dipaparkan di atas.
Terimakasih,
Denis Ardiko 1506727255
Halo Eko Barbie, Priska Barbie dan Vania Barbie!
BalasHapusTulisan dan topik yang sangat menarik dengan mengangkat Barbie sebagai subjek dalam Transmedia Storytelling.
Saya hanya ingin sedikit menambahkan mengenai Barbie.
Ada beberapa jenis film Barbie jika dilihat dari cara berceritanya. Pertama, Barbie sebagai narator cerita sekaligus memerankan tokoh utama yang berbeda dalam inti cerita (Barbie dan Clara di The Nutcracker). Kedua, Barbie sepenuhnya sebagai karakter cerita lain (Elina di Fairytopia). Ketiga, Barbie as herself (A Fashion Fairytale). Barbie dan Ken juga pernah muncul di film animasi Disney Pixar, Toy Story 2 dan Toy Story 3.
Seiring berkembangnya teknologi media interaktif, Barbie pun hadir dalam bentuk video dan mobile games serta aktif di media sosial. Pada tahun 2012, Barbie meluncurkan web series Life in the Dreamhouse di YouTube. Selang tiga tahun, Barbie mulai menjadi video blogger di mana ia cukup aktif mendengarkan saran-saran konten dari penonton di kolom komentar.
Setiap kehadiran Barbie dalam teks media yang berbeda menyumbang potongan-potongan fakta dan trivia yang membuat audiens semakin memahami kehidupan Barbie dan teman-temannya. Konsep ini disebut juga additive comprehension menurut Neil Young (Jenkins, 2006). Tak bisa dipungkiri juga bahwa transmedia storytelling yang dilakukan oleh perusahaan Mattel dengan Barbie membentuk sinergi yang lebih berorientasi pada ekonomi, misalnya dengan penjualan boneka Barbie dan berbagai peralatan sehari-hari bernuansa Barbie yang dijadikan merchandise. Ada tempat-tempat fisik yang bisa dikunjungi pecinta Barbie, seperti Barbie Store dan Barbie Cafe yang membuka cabang juga di Jakarta, menunjukkan seberapa mendunianya Barbie.
Sumber :
https://www.newkadia.com/?Barbie_Comic-Book-Covers=359%257C41
https://www.pinterest.com/pin/539095017872070410/
http://www.ebay.co.uk/itm/Barbie-Pocket-Library-6-Board-Books-Collection-Set-/170589990322
Thank you, success buat kalian!
Astika Mara Nur Fatima
1506686274
Halo Eko dan teman-teman sekelompoknya
BalasHapuspemaparan lain mengenai transmedia storytelling dengan waralaba yang dikenal oleh banyak orang di seluruh dunia, yaitu Barbie. hal yang menarik adalah bahwasanya Barbie membentuk sebuah representasi terhadap bentuk tubuh perempuan, dengan pinggang yang kecil, kaki yang panjang, leher kecil dan panjang, namun memiliki dada. hal ini berujung pada seorang perempuan yang merubah tubuhnya agar menyerupai tubuh Barbie dengan melakukan beragam operasi pada tubuhnya. perempuan tersebut bernama Valerie Lukyanova. meskipun begitu, barbie telah merubah representasi tersebut dengan menciptakan berbagai macam Barbie, seperti Barbie berkulit gelap dan lain sebagainya. pada akhirnya, Barbie tetap merepresentasikan tubuh perempuan dalam pandangan mereka.
Muhammad Guntoro Ismail, 1506727835
Halo Eko, Priska, Vania,
BalasHapusTerimakasih sudah menulis tulisan yang menarik ini. Penjelasan kaitan franchise Barbie dengan teori transmedia storytelling dan konsumerisme-nya sangat mudah dipahami. Saya rasa menarik bahwa transmedia storytelling Barbie berpusat pada produk utama boneka yang sebenarnya tidak bertujuan menjual sebuah cerita tertentu. Ini berbeda dengan transmedia storytelling oleh, katakanlah, Marvel atau DC atau seri Harry Potter. Berbeda dengan contoh-contoh tersebut, Barbie berangkat dari produk boneka baru kemudian membangun "universe" melalui film-film dan serial televisinya.
Hasna Avni Humaira (1506736436)
Hai Eko, Priska, dan Vania!
BalasHapusSangat seru ketika membaca tulisan kalian disini, terima kasih yaa!
Perbincangan mengenai Barbie memang tidak akan ada bosannya. Kehadiran mereka yang menemani hari-hari masa kecil kita dan samapi saat ini masih eksis, seakan barbie adalah makhluk abadi, menemani hidup manusia sebagai tokoh fiksi khayalan idaman para anak perempuan. Semuanya itu akibat Transmedia Storitelling dan peran industri yang cukup kuat.
Banyaknya fans Barbie dari berbagai belahan dunia membuat industri memanfaatkan tokoh dan cerita Barbie sebagai ladang bisnis yang tak tak kunjur surut. Selain itu, kehadiran media yang multi platform saat ini dijadikan industri sebagai bisnis baru dalam memasarkan produknya, apalagi ditambah dengan Transmedia Storytelling. Seakan fans dari seorang tokoh fiksi akan dihipnotis untuk membeli berbagai produk yang berbau idolanya, seperti Barbie ini.
Ilham Darussalam, 1506686085
Hai Vania, Eko, dan Priska!
BalasHapusSebelumnya saya ingin mengapresiasi mengenai tulisan ini. Saya suka bagaimana kalian membahas efek lain dari transmedia storytelling yang tidak dibahas oleh Jenkins. Salah satu hal yang tidak diutarakan oleh Jenkins adalah bagaimana transmedia storytelling secara tidak langsung adalah sebuah tindak ekploitasi ekonomi pada anak, dimana anak-anak akan terdorong untuk membeli semua produk karakter barbie seperti film, aksesoris, mainan, games, dan lain-lain untuk mendapatkan keseluruhan cerita atau full experience dari dunia barbie ini. Sehingga saya setuju terhadap apa yang kalian katakan bahwa transmedia storytelling yang dilakukan oleh barbie ini berpotensi besar dapat menumbuhkan budaya konsumerimse pada anak.
Pratista Ayu Anjati, 1506756476
Sebelumnya saya ingin memberikan tepuk tangan yang meriah sambil berdiri kepada kelompok ini, karena mengangkat teori dan isu yang sangat menarik, yakni tentang transmedia storytelling Barbie.
BalasHapusMenurut saya hal ini dilakukan perusahaan untuke menciptakan engagement yang kuat anatara barbie dengan audience nya hingga ia bisa emnyampaikan pesan kepada seluruh lapisan masyarakat dan mampu mengalurkan berbagai nilai baru kepada masyarakat. Transmedia storytelling makin beragam platformnya dan makin hari akan makin meluas hingga menyentuh titik teknologi terbaru bahkan mendahuluinya.
Rahmi Tri Wahyutika - 1506755536
Halo!
BalasHapusBarbie sendiri telah menjadi bagian hidup saya dari kecil sampai sekarang. Menurut saya pemahaman transmedia storytelling pada Barbie memang dapat dikaitkan dengan bentuk marketing dari barbie atau sekedar untuk "mengingatkan" masyarakat terhadap boneka Barbie, sehingga barbie tidak hanya semata digolongkan sebagai boneka anak kecil namun juga sebagai ikon perempuan.
Sampai sekarang, barbie masih merupakan hal yang menarik bagi saya terutama pada instagram-nya yang seolah menjadikan barbie sebagai artis ternama dengan menggunakan busana-busana modern dari perancang baju mewah layaknya artis-artis papan atas, pada instagram ini barbie juga seolah mengikuti event-event socialite New York seperti Met Gala.
Pada tahun 2012 reality show dipicu dengan semakin meningkatnya penggemar Keeping Up with The Kardashian menjadi hal yang sangat fenomenal layaknya Vlog pada tahun 2016. Maka, Barbie juga membuat reality show yang dinamakan Live In The Dream House yang dapat diakses melalui Youtube.
Bentuk transmedia storytelling pada barbie yang cenderung selalu berkembang mengikuti trend menjadikan barbie selalu menjadi hal yang menarik untuk perempuan yang sudah dewasa. Sehingga, perempuan yang sudah dewasa yang kemudian mempunyai anak akan kembali lagi mengulangi siklus yang sama seperti ia masa kecil yaitu dengan memberikan boneka barbie. Dari sinilah barbie merupakan boneka yang tidak akan mati.
Amira Amalia 1506756444
Terimakasih Eko, Vania, dan Priska telah membawa saya kembali mengingat masa kecil saya yang banyak dipenuhi barbie. Sebelumnya saya sangat mengapresiasi terhadap tulisan kalian ini. Selain membuka pengetahuan saya tentang barbie, postingan ini juga membuka pandangan saya tentang efek negatif dari transmedia storytelling.
BalasHapusTanpa disadari ternyata efek "cerita" pada barbie ini memberi dampak yang belum tentu baik bagi anak-anak.
Sukses!
Terima kasih teman-teman atas konten yang sangat menarik. Menurut saya, apabila dipandang dari perspektif kritis, cukuplah mengerikan apa yang dilakukan oleh para borjuis yang di dalam konteks ini adalah mattel sebagai perusahaan asal barbie itu sendiri. Dengan ambisi mencari keuntungan, ia kurang memperhatikan efek kurang baik seperti penetapan standar cantik yang ditetapkan oleh barbie itu sendiri.
BalasHapusFransiskus Xaverius Pradhipta Surya
1506730590