Langsung ke konten utama

Pengaruh McLuhan dan Konvergensi Media dalam PR



Di era teknologi yang semakin hari semakin berkembang, khususnya internet, media tradisional tidak lagi dapat menopang kebutuhan informasi kita. Media tradisional perlu ditopang media baru agar bisa bertahan. Kemajuan teknologi seolah ‘memaksa’ media tradisional untuk berkolaborasi dengan ‘new media’ demi kemaslahatan media tradisional. Maka dari itu, tercipatalah konvergensi media. Konvergensi media menurut Briggs dan Burke adalah penggabungan atau pengintegrasian media-media yang ada untuk digunakan dan diarahkan dalam satu titik tujuan. Dengan kata lain, konvergensi media adalah penggabungan media tradisional dan media baru untuk menciptakan one-click information-ragam informasi dalam satu media. 

Kemunculan konvergensi media berhubungan erat dengan gagasan Mcluhan tentang “medium is the message”. Dalam gagasan ini, media dipandang sebagai sebuah pesan yang dipahami manusia; media menjadi sebuah informasi, dan manusia lebih melihat media apa yang digunakan dalam menyebarkan infromasi. Lainnya menurut McLuhan, media merupakan perpanjangan dari pemikiran manusia. Manusia memperpanjang pemikirannya dengan menggunakan media dan untuk membagi pemikirannya tersebut dibutuhkan lebih dari satu media, maka dari itu muncul konvergensi media. Kemunculan konvergensi media pun didukung oleh perkembangan teknologi yang serba ringkas. Contoh yang mempermudah pemahaman kita mengenai hubungan gagasan McLuhan dengan konvergensi media adalah ponsel pintar (smartphone). Dalam smartphone, terdapat lebih dari satu media, karena smartphone sudah didukung kinerjanya oleh internet. Radio, Youtube, browser, aplikasi; semua itu sudah dalam genggaman kita. Dengan adanya konvergensi media, semua informasi masuk dari mana saja dan manusia dapat dengan mudah mendapatkan informasi yang penting, selain itu konvergensi media menambah gairah kapitalis karena dengan konvergensi media, semua brand dan poduk dengan mudah dijual dan menggaet konsumen. 

Menurut Terry Flew dalam An Introduction to New Media menyebutkan konvergensi media merupakan hasil dari irisan tiga unsur new media yaitu jaringan komunikasi, teknologi informasi, dan konten media. Konvergensi media membentuk jaringan komunikasi antar manusia, dengan menggunakan teknologi informasi yang berisikan informasi yang dikehendaki. Konvergensi media banyak macam dan ragamnya, tergantung manusia dan komunitas yang menggunakannya. Hal ini berkaitan dengan materi perkuliahan minggu lalu mengenai social construction of technology dimana manusia mempengaruhi media dan teknologi yang digunakannya.

Dengan adanya konvergensi media dan perkembangan teknologi, PR tidak lagi dapat menjadi seorang konvensionalis. Seorang PR harus siap menghadapinya karena seperti yang sudah dikatakan bahwa media adalah perpanjangan diri manusia; orang-orang diluar sana dapat menulis hal apapun-baik dan buruk-dari perusahaan/instansi/organisasi. Dengan hal ini, PR dituntut untuk dapat transparan dan responsif. Maka dari itu ada istilah unik yaitu “Cyber PR”.  PR memantau isu dan menghandle isu dan krisis melalui sosial media dan internet; konvergensi media yang dibentuk seperti email, blog, Instagram, Twitter, dan sosial media lainnya dapat menjadi perpanjangan diri seorang PR dalam memantau isu dan menghandle krisis. Sosial media serta kontak digital yang dimiliki suatu perusahaan/instansi/organsisasi dapat menjadi “kotak saran” untuk dijadikan evaluasi PR dan perusahaan demi kontinuitas perusahaan/instansi/organisasi karena tanpa disadari, masukan dari khalayak melalui sosial media dan kontak digital akan sangat berpengaruh terhadap perusahaan/instansi/organisasi. Salah langkah seorang PR dalam menghandle isu yang ada dapat menamatkan riwayat suatu perusahaan/instansi/organisasi karena di era sekarang segala hal dapat dengan mudah menjadi viral. Meski teknologi sudah maju dan perkembangan, khalayak khususnya masyarakat Indonesia masih memiliki tingkat literasi media yang rendah sehingga masih dengan mudah mempercayai suatu hal yang viral, walaupun berita tersebut merupakan hoax.



Kasus Eskrim Aice (foto: facebook)

 Kasus Prita Mulyasari (foto: google)

Contoh kasus yang dapat diangkat terkait konvergensi media dengan “Cyber PR” adalah berita tentang bahaya eskrim Aice. Aice adalah merk eskrim yang berasal dari Singapura. Terdapat isu yang berasal dari obrolan grup Whatsapp yang akhirnya menjadi suatu broadcast dan merebak kemana-mana; Facebook, Instagram dan sosial media lainnya. Inti dari isu tersebut mengatakan bahwa Aice adalah eskrim berbahaya karena mengandung bahan kimia dan membahayakan kesehatan karena menaikkan gula darah, menyebabkan flu, batuk dan muntah-muntah. PR Aice dalam kasus ini dilihat dapat menghandle isu yang ada di media, dan isu negatif tentang eskrim Aice tidak sampai naik ke koran besar. Selain contoh positif, ada pula contoh negatif, salah satunya kasus Prita Mulyasari melawan RS Omni Internasional. Persoalan mencuat saat email Prita Mulyasari tentang keluhannya terhadap RS Omni Internasional yang ia kirim ke teman-temannya melalui mailing list mencuat ke publik. Saat itu, email Prita Mulyasari sudah masuk meja redaksi Detikcom. RS Omni Internasional langsung mengajukan gugatan kepada Prita Mulyasari. Dalam sisi konvergensi media-dalam hal ini berawal dari mailing list-mejadikan email yang mencuat menjadi viral. PR RS Omni Internasional dapat dinilai salah langkah dalam mengambil keputusan untuk meredam isu tersebut sehingga menjadikan isu tersebut menjadi krisis dan menjadikan citra RS Omni Internasional buruk di mata masyarakat.

Pada akhirnya, kemajuan teknologi yang menciptakan konvergensi media yang inovatif membuat semua orang dengan mudah mengekspresikan diri dan menyuarakan apa yang ingin disampaikan ke publik karena teknologi yang ada telah menjadi perpanjangan diri serta pemikiran manusia.    

Daftar Pustaka:
https://nyupress.org/webchapters/0814742815intro.pdf diakses pada tanggal 1 Maret 2017 pukul 15:35
http://41809137.blog.unikom.ac.id/konvergensi-media.62j diakses pada tanggal 1 Maret 2017 pukul 16:45
http://41810702.blog.unikom.ac.id/hubungan.612 diakses pada tanggal 1 Maret 2017 pukul 17:00
https://www.facebook.com/IndoHoaxBuster/posts/1300838396648300 diakses pada tanggal 1 Maret 2017 pukul  17:15

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Barbie: Transmedia dan Konsumerisme

  Salah satu film animasi produksi Mattel , “Barbie Video Game Hero” dirilis pada tahun 2017. Film tersebut menceritakan tentang pengalaman Barbie bersama teman-temannya yang terperangkap dalam dunia virtual dan memenangkan permainan demi permainan untuk dapat keluar. Dalam hal ini, Barbie merupakan salah satu hiburan yang berada dalam era konvergensi. Barbie mengintegrasikan ceritanya kedalam berbagai jenis medium atau dikenal sebagai transmedia storytelling (Jenkins, 2007). Transmedia storytelling adalah penggabungan media-media yang berasal dari sebuah cerita yang seakan-akan menceritakan tentang suatu kejadian. Transmedia storytelling merupakan proses di mana unsur-unsur yang tidak terpisahkan dari sebuah cerita fiksi tersebar secara sistematis di beberapa saluran pengiriman untuk tujuan menciptakan pengalaman hiburan terpadu dan terkoordinasi. Setiap media memiliki kontribusi yang unik untuk terungkapnya cerita. Suatu cerita yang dibuat menjadi sebuah film dan dari film terseb

Social Construction Of Technology: Implementasi Personal Connection dalam PR

Dalam hidup bermasyarakat, manusia tidak lepas dari berkomunikasi karena hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Dengan adanya hubungan yang tercipta antara manusia dengan teknologi, muncul gagasan bahwa manusialah yang membentuk teknologi. Manusia mengkonstruksikan teknologi untuk menjalankan kepentingannya dalam berkomunikasi dengan orang lain. Terdapat gagasan diungkapkan oleh Raymond Williams yang mengklasifikasi 9 interpretasi dari bentuk ketidaksetujuan dari pernyataan McLuhan bahwa “televisi membentuk dunia kita” dan membaginya menjadi dua kategori utama: technological determinism dan symptomatic technology . Technological determinism memandang bahwa penemuan teknologi mengakibatkan perubahan sosial. Disisi lain, symptomatic technology percaya bahwa media digunakan oleh tatanan masyarakat untuk memanipulasi yang lain demi kepentingannya sendiri. William mengatakan bahwa teknologi adalah proses yang tidak disengaja. Proses ini merupakan proses dari penelitian dan pengem

Produsage dan Citizen Journalism: Cara PR dalam mengatasi Web 2.0 environment

Produsage adalah jenis pembuatan konten pengguna yang dipimpin yang terjadi di berbagai lingkungan online, perangkat lunak open source, dan blogosphere. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Axel Burns, sarjana media dari Australia, pada tahun 2009. Konsep ini mengaburkan batas-batas antara konsumsi pasif dan produksi aktif. Perbedaan antara produsen dan konsumen atau pengguna konten telah memudar, sebagai pengguna memainkan peran produsen apakah mereka menyadari peran ini atau tidak.   Produsage menawarkan cara-cara baru memahami pembuatan konten kolaboratif dan praktek-praktek pembangunan yang ditemukan di lingkungan informasi yang kontemporer. Produsage dapat digambarkan melalui empat kunci karakteristik: • pergeseran dari individu yang berdedikasi dan tim sebagai produsen untuk berbasis lebih luas, didistribusikan generasi konten oleh masyarakat luas; • fluid movement of produsers antara peran sebagai pemimpin, peserta, dan pengguna konten – seperti produser mungki