Di era sekarang
ini, media platform telah bermutasi yang awalnya tradisional menjadi digital.
Hal ini dikarenakan perubahan struktur sosial yang dilakukan oleh manusia. Ada
4 fase yang mengawali perkembangan cara manusia berkomunikasi, pertama the
tribal age. Di era ini komunikasi media dimediasi melalui komuikasi lisan
karena masyarakat pada umumnya terikat dengan budaya lisan. Era selanjutnya
adalah era masyarakat tulis. Dalam era ini, komunikasi manusia dimediasi oleh
tulisan yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip bangunan logika. Ketiga, era
percetakan yang mana komunikasi antarmanusia menekankan pada cetakan visual.
Yang menjadi tonggak awal adanya era percetakan ini adalah penemuan mesin cetak
oleh Guttenberg. Seiring dengan berkembangnya waktu serta adanya revolusi
industri, mulailah dunia komunikasi masuk kedalam era elektronika yang
menekankan pada image visual. Era ini diawali dengan terbentuknya kesadaran dan
pengalaman hidup dengan prinsip global village yang dibawa oleh perkembangan
penemuan internet pada tahun 1960an di Amerika. Pada era elektronika ini juga,
televisi merupakan media yang sangat dominan karena melibatkan semua sensori manusai
(persepsi, sikap, stereotip, pikiran, perasaan, emosi, tindakan) yang mendorong
warga masyarakat ke retribalization, serta memudarnya logika dan cara berpikir
linear. Seiring dengan berkembangnya era elektronika akibat perkembangan
teknologi itu sendiri dan internet yang semakin hari semakin di-build oleh
banyak ahli membuat cara manusia berkomunikasi satu sama lain berubah. Di awal
manusia dapat berkomunikasi, manusia hanya dapat berkomunikasi satu arah;
manusia tidak dapat memberikan feedback dari apa yang telah ia sampaikan. Lalu,
setelah manusia mengenal tulisan dan ditemukan mesin cetak, manusia mulai
menyadari bahwa mereka dapat menyampaikan pendapat mereka dan dapat membagi
pendapat mereka tersebut ke khalayak luas. Hal ini sebenarnya juga didukung
oleh akses terbuka kepada ilmu pengetahuan yang diciptakan oleh mesin cetak
yang ditemukan oleh Guttenberg karena semenjak adanya mesin cetak tersebut,
buku-buku yang sebelumnya sulit didapat (hanya kalangan tertentu saja yang
dapat menikmatinya) dikarenakan akses yang terbatas dan harga yang mahal
menjadi mudah didapat dengan harga murah.
Lalu, adanya Revolusi Digital di era
elektronika yang mana teknologi analog dan mekanik berubah ke teknologi digital
pada tahun 1980an, mengubah cara manusia berkomunikasi dengan seseorang secara
keseluruhan. Revolusi ini dipicu oleh penemual personal computer (PC). Revolusi
digital memudahkan pemindahan informasi digital antar media. Penemuan PC ini
lah yang turut andil dalam lahirnya world wide web pada tahun 1990an yang mana
saat itu lebih dari setengah Amerika menggunakan internet. Isi dari world wide
web dapat disebut dengan digital content. Digital content dapat dicontohkan
seperti video, software, audio dan image. Digital content ini dapat dikatakan
sebagai bentuk penuangan ide manusia ke dalam bentuk tertentu yang digunakan
untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Ide yang merupakan hak kekayaan
intelektual manusia tentu tidak dapat kita nikmati dengan begitu saja, orang yang
ingin menikmatinya harus membayar atau berlangganan. Seperti salah satu yang
dicontohkan J. Zittrain dalam bagian pembukaan bukunya The Future of The Internet
And How To Stop It tentang software yang ada pada iPhone. Software yang
disematkan pada iPhone adalah locked appliances demi menjaga keamanan hak cipta
dan orisinalitasnya.
Sayangnya,
tidak semua menyadari bahwa penting untuk melindungi ide yang dimiliki. Dipicu
oleh berbagai macam teknologi digital yang semakin maju, berbagai kalangan
telah dimudahkan dalam mengakses suatu informasi yang mana dapat mengakibatkan
dampak negative, salah satumya kejahatan digital seperti pembajakan,
pelanggaran hak cipta, serta konten pornografi. Sayangnya, tidak semua
menyadari bahwa penting untuk melindungi ide yang dimiliki. Dipicu oleh
berbagai macam teknologi digital yang semakin maju, berbagai kalangan telah
dimudahkan dalam mengakses suatu informasi yang mana dapat mengakibatkan dampak
negative, salah satumya kejahatan digital seperti pembajakan, pelanggaran hak
cipta, serta konten pornografi.
Sebenarnya,
dengan kemudahan akses yang diberikan oleh teknologi sekarang, tanpa kita sadari
kita telah banyak melakukan pelanggaran dalam penggunaan konten media digital. Namun,
ada baiknya kita berhati-hati dan waspada, agar kita tidak terkena pelanggaran
hak cipta dan tetap menghormati ide serta karya orang lain. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mencantumkan nama pembuat dalam karya (watermark) atau menyebutkan sumber
darimana kita mendapatkan konten tersebut. Jangan sampai kita terlena oleh arus
free-flowing digital content yang
akhirnya memuarakan kita pada permasalahan hak cipta.
Dengan semua
hal diatas, PR dituntut untuk kerja ekstra, PR harus dapat memanfaatkan dunia
digital untuk menunjang pekerjaannya. PR diwajibkan menguasai blog, online writing, media social strategy,
search engine optimization, dan social
media monitoring. Social media monitoring salah satunya dapat memanfaatkan social media platform karena konsumen
zaman sekarang banyak menuangkan kritik, keluhan, saran serta opini dalam social media platform miliknya. Apa sebenarnya
social media platform itu sendiri? Social media platform adalah wadah bagi
khalayak untuk menuangkan opini, pendapat, saran, kritik, serta pemikiran
mereka kedalam wadah yang disebut dengan social media seperti Facebook,
twitter, Youtube, dan lain sebagainya. Terkait dengan hak cipta, PR juga dapat
melakukan monitor di social media
untuk dapat segera mengetahui jika ada pelanggaran terhadap kekayaan
intelektual yang dimiliki oleh perusahaan/intansi/organisasi yang dinaunginya.
Daftar Pustaka (semua diakses pada tanggal 15 Maret 2017) :
http://digilib.uinsby.ac.id/10990/6/Bab%203.pdf
http://romeltea.com/tugas-humas-era-digital-digital-pr/
Zittrain, J. (2008) "Introduction". In J. Zittrain The Future of The Internet And How To Stop It (p. 1-5) New Haven: Yale University Press.
Komentar
Posting Komentar