Media sosial, perangkat selular, gadget, semua hal yang ada dalam kehidupan kita
memiliki Intellectual Property atau
yang disebut dengan Hak Kekayaan Intelektual. Semua hal yang berada di sekitar
kita, utamanya teknologi, diciptakan oleh inovasi serta ide yang sudah sepatutnya
dilindungi. Namun, semakin majunya teknologi serta kemudahan akses yang
dimiliki, manusia dengan mudahnya dapat mencopy serta meniru ide serta inovasi
yang dimiliki orang lain tanpa memerhatikan kepemilikan ide serta inovasi tersebut.
“Information wants to be free”
menjadi pernyataan yang menunjukan bahwa intellectual
property saat ini telah ketinggalan zaman, dan cakupannya terlalu luas. Pernyataan
itu ditujukan untuk pernyataan Stewart Brand terkait pernyataannya pada tahun
1984:
“On the one hand, information wants to be expensive, because it’s so valuable. The right information in the right place just change your life. On the other hand, information wants to be free, because the cost of getting it out is getting lower and lowe all the time. So, you have these two fighting against each other.”
Kesimpulan yang dapat diambil dari kutipan
Brand tersebut adalah teknologi mempermudah kita dalam membagi informasi
terutama di internet dan sosial media. Sebagai informasi, teknologi menjadi
lebih masuk dan menjadi hal yang penting dan berharga dalam keseharian hidup kita. Secara bertentangan, semakin teknologi
kita berkembang, seprti komputer dan jaringan yang semakin baik dan cepat,
membagikan informasi menjadi lebih mudah, Kita menjadi kurang mampu untuk
mengontrol copying dan penyebarluasan dari informasi yang berharga. Hukum
permintaan dan penawaran mengurangi nilai dari informasi. Dalam hal ini, terdapat
dilemma layaknya dua sisi mata uang: di satu sisi, teknologi membuat segala
jenis karya dan informasi menjadi lebih mudah diakses dan free, sementara di
sisi lain, kreator atau pembuat karya harus dihargai atas hasil karyanya. Dilemma
dua sisi mata uang dapat memberatkan kita kepada satu sisi; kasus yang dapat
dijadikan contoh yaitu Blockbuster Hollywood. Dengan kesuksesan yang dicapai,
para dalang dibalik Blockbuster Hollywood sudah tidak lagi memikirkan inovasi
dan berfokus pada keuntungan yang dicapai.
Intellectual
Property memiliki tiga cabang utama yaitu copyright, patent dan trademark. Copyright atau hak cipta menurut pasal 1 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun
2002 adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya, atau memberikan izin untuk itu, dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hak cipta memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi
penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Hak cipta memiliki masa berlaku
tertentu yang terbatas. Hak cipta jangkauannya luas, tidak hanya terbatas pada
teknologi namun juga seni dan sastra. Singkatnya, hak cipta melabelkan merek
pada barang berdasarkan pikiran, imajinasi dan keterampilan yang dituangkan.
Paten menurut UU Nomor
14 Tahun 2001 adalah hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil
penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain
untuk melaksanakannya. Ruang lingkup paten adalah industri kreatif berbasis
teknologi dan batasannya masih territorial. Jika si penemu ingin mendapat
pelrindungan paten di wilayah lain, si penemu harus mengajukan aplikasi paten
lagi di masing-masing wilayah tersebut.
Trademark
adalah merek yang berupa simbol, kata, frase, logo, atau gabungan dari semuanya
yang secara hukum membedakan produk suatu perusahaan dengan produk perusahaan
lainnya. Hubungan Intelectual Property dengan tiga cabang utama yaitu copyright,
patent dan trademark adalah Intelectual Property memayungi ketiga hal tersebut.
Pada dasarnya, Intellectual Property is
the propertization of intellectual effort and talent.
Selain itu, dengan kemajuan teknologi, banyak
informasi yang diunggah di internet dandapat menjadi bahan rujukan kita dalam
menulis sesuatu. Menulis bahan rujukan yang didapat dari internet serta yang
didapat dari sumber lainnya tidak perlu melakukan penulisan khusus. Prinsip
umumnya, penulisan bahan rujukan ditujukan untuk merujuk pada penulis karya
yang kita baca.
Dalam hal ini, jika terjadi pelanggaran terhadap intellectual property khusunya dalam
perusahaan, humas menjadi garda terdepan dalam hal menyelesaikan masalah ini.
Hal ini berkaitan etika profesi atau kode etik humas yang harus ditaati yang
meliputi: Code of conduct –etika
perilaku sehari-hari terhadap integritas pribadi, klien dan majikan, media dan
umum, serta perilaku terhadap rekan seprofesi; Code of profession – etika dalam melaksanakan tugas/profesi humas; Code of publication – etika dalam kegiatan
proses dan teknis publikasi; dan Code of
enterprise —menyangkut aspek peraturan pemerintah seperti hukum perizinan
dan usaha, hak cipta, merk, dll.
Pada intinya, humas menjadi garda terdepan dalam
menyelesaikan banyak masalah terkait hak cipta sesuai dengan kode etik
terakhir, yaitu code of enterprise.
Contoh kasus yang dimenangkan oleh humas perusahaan dalam mempertahankan Hak
Kekayaan Intelektual (Copyright) adalah
kasus IKEA Indonesia melawan IKEA Sweden yang akhirnya kasus tersebut
dimenangkan oleh IKEA Indonesia.
Daftar Pustaka (semua diakses pada tanggal 8 Maret
2017, pukul 16.00-18.58)
The promise is great: the blockbuster and the
Hollywood economy by Marco Cucco
Komentar
Posting Komentar